Tuesday, December 7, 2010

Kudus - Ziarah Kota Tua ( Kudus - The Old Town Pilgrimage)


Kota Kudus provinsi Jawa Tengah, terkenal dengan sebutan lain sebagai kota wali dan kota kretek.  Disebut kota wali karena terdapat 2 makam wali yaitu makam Sunan Kudus (Jaffar Shadiq) dan makam Sunan Muria (Raden Said).  Disebut kota kretek karena terdapat ratusan industri rokok kretek di kabupaten Kudus.  Hari Jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 dan diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990. 
Menara Mesjid Sunan Kudus

Bangunan-bangunan bersejarah yang ada di kota Kudus adalah Mesjid Menara Kudus (1549), Makan Sunan Kudus (1550), Makam Sunan Muria (1551), Klenteng Hok Tik Bio (1741), Pabrik Gula Rendeng (1840), Stasiun Kereta Api (1840),  Rumah Adat Kudus (1828), Gedung SMPN 1, Rumah Kembar Nitisemito gaya Paris (1909),Rumah Kapal Nitisemito (1927), dll.
Menara Perjuangan Kota Kudus


Itinerary Paket Ziarah 3 hari 2 malam sebagai berikut :

Hari I.    Berangkat dari Jakarta. (L.D)
Berangkat pukul 7.00 WIB dan diperkirakan menempuh waktu 12 jam.  Chek-in Hotel dan acara bebas.

Hari 2.   Mesjid Sunan Kudus, Museum Kretek, Pengolahan Rokok. (B.L.D)

Perhentian 1 adalah Mesjid Sunan Kudus. Kompleks Mesjid yang terkenal dengan menaranya, yang arsitekturnya merupakan gabungan budaya Hindu, Islam, Persia dan Cina.  

Museum Kretek
Perhentian 2 adalah Museum Kretek.  Museum ini berisi benda-benda dan diorama yang mengambarkan sejarah rokok kretek di Kudus.  Di area meseum juga berdiri rumah adat Kudus yang dikenal dengan nama Joglo Pencu yang terbuat dari gebyok kayu jati.
Diorama industri kretek rakyat
Perhentian 3 adalah Pengolahan Rokok.  Pengolahan/industri rokok bersekala besar dan industri rokok rumahan terdapat di kota Kudus.  Kita mengunjungi pengolahan rokok rumahan yang merupakan model paling sederhana dari pengolahan rokok kretek.

Lori diesel Pabrik Gula Rendeng


Hari 3.   Pulang ke Jakarta.(B.L)
Check-out Hotel.  Pulang pukul 8.00 WITA dan diperkirakan menempuh waktu 12 jam.
Program selesai dan sampai jumpa di lain waktu.
Paket Ziarah berlaku untuk minimum 7 pax.
Paket Ziarah termasuk :
·         Micro/Bus Pariwisata AC
·         Akomodasi Hotel (twin sharing)
·         Makan sesuai program
·         Tiket masuk
·         Guide Lokal
Paket Ziarah tidak termasuk :
·         Seluruh pengeluaran pribadi seperti  room service, laundry, telex, facsimile, telephone dll.
·         Tour tambahan yang disesuai dengan program.
·         Sumbangan dan tips untuk local tour guide and driver.

Klenteng Kudus



Soto (Kebo) Kudus

Saturday, July 17, 2010

Jakarta - Cirebon 13 Jam


Senin, 5 Juli 2010, pukul 5:30 pagi, kami bergegas naik kereta no 2 kelas bisnis kereta Cirebon Ekspress. Pukul 6:00, sinyal pluit berbunyi dan kereta mulai bergerak meninggalkan stasiun Gambir. Cuaca cerah, namun pandangan keluar terganggu oleh buramnya kaca (plastik/fiber) jendela kereta. Tidak penuh, sebelum sebagian penumpang naik dari stasiun Jatinegara dan Bekasi.
Pukul 9:35, lebih lambat dari skedul, kereta  tiba di stasiun Kejaksan Cirebon. Stasiun. Baru sebagian kecil penumpang turun dari kereta, penumpang yang hendak naik sudah berkerumun di depan tangga. Stasiun yang difungsikan tahun 1912 nampak terawat baik dengan berbagai perubahannya. Di pintu keluar bangunan stasiun, pengemudi becak rajin menawarkan jasa dengan ramah,sampai masuk sedikit ke area loket penjualan karcis 
 
Beruntung cuaca bersahabat dengan kami, sehingga pemotretan tampak depan stasiun dan monumental loko uap B1304 Hanomag yang diperkirakan buatan tahun 1885 berjalan lancar.

Walaupun kami sudah menyantap sarapan pagi dan snack dalam perjalanan, melihat gerobak penjual empal gentong di seberang monumental loko uap, tiba-tiba kami jadi ingin mencicipi kuliner asli Cirebon tersebut. Sesuai dengan namanya Gentong, memang memasak daging/empal di dalam kuali / periuk tanah liat / gentong dengan menggunakan api dari potongan-potongan kayu. Sepiring empal gentong plus lontong sudah cukup mengenyangkan, murah meriah.

Perjalanan kami selanjutnya adalah mengunjungi situs Taman Sunyaragi kira-kira 5 km dari stasiun. Moda transportasi kami pilih angkutan D5 jurusan grage - perumnas yang banyak “mangkal” di stasiun.  Pak supirpun dengan ramah memberikan jawaban ketika kami bertanya lokasi Taman Sunyaragi dan transportasinya.

Tak lebih dari setengah jam, kami sudah sampai di perapatan jalan dr Cipto, perjalanan kami teruskan dengan moda transportasi becak yang masih diperlukan dan diminati oleh warga Cirebon. Tetapi jangan berharap dapat duduk lega dengan 2 orang dewasa diatas 1 becak.
Tak sampai 10 menit, kami sudah berada di komplek Taman Sunyaragi yang diapit oleh perumahan penduduk dan jalan raya by pass. 
Setelah mengisi buku tamu, kami dilayani oleh tour guide lokal Sdr. Yana. Mengitari sambil mendengarkan penjelasan sejarah dan makna-makna serta pesan-pesan yang tersurat dan tersirat pada setiap bangunan situs , sungguh merupakan pembelajaran dan pendalaman ilmu pengetahuan dalam berbagai hal ke Cirebonan yaitu budaya, filosofi, dll. Lampiran gambar dep pariwisata 
                                                                                                                           
Taman Air Sunyaragi berasal dari kata ”sunya” yang berarti sepi dan ”ragi” yang berarti raga. Sejarah pendiriannya terekam dalam buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon dan menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan 
 
Taman Sunyaragi terdiri dari 12 bagian:
(1)Bangsal jinem, bangunan inti - tempat Sultan/Sunan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih
(2) Gua pengawal, tempat berkumpul prajurit pengawal
(3) Kompleks Mande Kemasan, sebagian rusak
(4) Gua Pandekemasang, tempat membuat dan gudangnsenjata tajam
(5) Gua Simanyang, tempat berkumpul prajurit penjagaan
(6) Gua Langse, tempat bersantai dengan panorama air terjun
(7) Gua Peteng, tempat bertapa 
(8) Gua Arga Jumud, tempat orang penting keraton           
(9) Gua Padang Ati, tempat bersemedi mendapat pencerahan                          
(10) Gua Kelanggengan, tempat bersemedi mendapat status dan ketentraman rumah tangga.
(11)Gua Lawa, ruang penyimpan bahan makanan yang kemudian di jadikan sarang kelelawar
(12) Gua pawon, dapur penyimpanan makanan.

Artifak-artifak yang lain memiliki cerita yang unik juga disampaikan oleh Sdr. Yana, seperti replika kuburan cina didekat pohon leci (lengkeng cina) yang berusia sudah hampir 500 tahun.  Namun rendahnya kesadaran dari pengunjung bertangan jahil akan kewajiban menjaga dan memelihara sejarah bangsa, tercermin dari “corat-coret” pada dinding-dinding situs. Dukungan preservasi dari masyarakat dan institusi-institusi sangat ditunggu oleh pengelola Taman Sunyaragi.
Waktu 1 jam tak terasa ketika kami menyusuri komplek Taman Sunyaragi, masih banyak hal yang belum sempat kami tanyakan kepada Sdr. Yana karena keterbatasan waktu jugalah.
Setelah berpamitan, kami melanjutkan perjalanan tetap dengan menggunakan becak sampai tempat penantian angkutan kota D5 jurusan terminal – stasiun via kanoman.
Tujuan berikut kami adalah toko Shinta dekat pasar Kanoman. Jadi kami berhenti di sekitaran pasar Kanoman, berjalan kira-kira 50 m sampai ke tujuan. Toko ini merupakan tempat tujuan belanja oleh-oleh penganan khas Cirebon seperti asinan, sirup campolay, rengginang rupa-rupa rasa. Bersamaan dengan rombongan lain yang sedang berbelanja, sehingga kami pun terhenti sejenak di antrian kasir.
Oleh-oleh sudah ditangan, bergegaslah kami menuju stasiun dengan menumpang angkutan kota yang sama yaitu D5 dan tiba di stasiun pukul 14:05. Kebiasaan kami adalah mendisiplinkan tiba lebih awal dari pada tiba dengan tergesa-gesa.  Rangkaian kereta Cirebon Ekspress tak ber lokomotif sudah menunggu di jalurnya. 
 
Waktu menunggu terasa pendek ketika kami mengamati dan menggambil gambar pergerakan lokomotif CC201 dan D301 36 buatan Fried Krupp melangsirkan kereta-kereta, sampai pada saatnya kami bergegas naik kereta begitu terdengar pengumuman keberangkatan kereta Cirebon Ekspress. Pukul 15:15, lokomotif CC201 25 menarik rangkaian kereta meninggalkan stasiun Kejaksan Cirebon. Setelah beberapa kali berhenti, kereta Cirebon Ekspress tiba di stasiun Welterved (Gambir) pukul 18:41 lebih lambat dari skedul, tetapi kami dapat memakluminya dibandingkan dengan kepuasan yang telah kami dapat.
Tigabelas Jam perjalanan wisata Jakarta – Cirebon menggunakan moda transportasi umum adalah bukan hanya menghemat ongkos perjalanan tetapi yang utama dapat mengamati  pola tingkah laku masyarakat pada beberapa tingkatan golongan ekonomi  yang kami jumpai selama perjalanan dan merasakan interaksi dengan perbedaan/keragaman budaya, yang justru menjadi kekayaan dari tanah air kita.  Sampai jumpa di acara perjalanan yang lain. (Pramono Waskito – baritoguide.blogspot.com)