Saturday, July 17, 2010

Jakarta - Cirebon 13 Jam


Senin, 5 Juli 2010, pukul 5:30 pagi, kami bergegas naik kereta no 2 kelas bisnis kereta Cirebon Ekspress. Pukul 6:00, sinyal pluit berbunyi dan kereta mulai bergerak meninggalkan stasiun Gambir. Cuaca cerah, namun pandangan keluar terganggu oleh buramnya kaca (plastik/fiber) jendela kereta. Tidak penuh, sebelum sebagian penumpang naik dari stasiun Jatinegara dan Bekasi.
Pukul 9:35, lebih lambat dari skedul, kereta  tiba di stasiun Kejaksan Cirebon. Stasiun. Baru sebagian kecil penumpang turun dari kereta, penumpang yang hendak naik sudah berkerumun di depan tangga. Stasiun yang difungsikan tahun 1912 nampak terawat baik dengan berbagai perubahannya. Di pintu keluar bangunan stasiun, pengemudi becak rajin menawarkan jasa dengan ramah,sampai masuk sedikit ke area loket penjualan karcis 
 
Beruntung cuaca bersahabat dengan kami, sehingga pemotretan tampak depan stasiun dan monumental loko uap B1304 Hanomag yang diperkirakan buatan tahun 1885 berjalan lancar.

Walaupun kami sudah menyantap sarapan pagi dan snack dalam perjalanan, melihat gerobak penjual empal gentong di seberang monumental loko uap, tiba-tiba kami jadi ingin mencicipi kuliner asli Cirebon tersebut. Sesuai dengan namanya Gentong, memang memasak daging/empal di dalam kuali / periuk tanah liat / gentong dengan menggunakan api dari potongan-potongan kayu. Sepiring empal gentong plus lontong sudah cukup mengenyangkan, murah meriah.

Perjalanan kami selanjutnya adalah mengunjungi situs Taman Sunyaragi kira-kira 5 km dari stasiun. Moda transportasi kami pilih angkutan D5 jurusan grage - perumnas yang banyak “mangkal” di stasiun.  Pak supirpun dengan ramah memberikan jawaban ketika kami bertanya lokasi Taman Sunyaragi dan transportasinya.

Tak lebih dari setengah jam, kami sudah sampai di perapatan jalan dr Cipto, perjalanan kami teruskan dengan moda transportasi becak yang masih diperlukan dan diminati oleh warga Cirebon. Tetapi jangan berharap dapat duduk lega dengan 2 orang dewasa diatas 1 becak.
Tak sampai 10 menit, kami sudah berada di komplek Taman Sunyaragi yang diapit oleh perumahan penduduk dan jalan raya by pass. 
Setelah mengisi buku tamu, kami dilayani oleh tour guide lokal Sdr. Yana. Mengitari sambil mendengarkan penjelasan sejarah dan makna-makna serta pesan-pesan yang tersurat dan tersirat pada setiap bangunan situs , sungguh merupakan pembelajaran dan pendalaman ilmu pengetahuan dalam berbagai hal ke Cirebonan yaitu budaya, filosofi, dll. Lampiran gambar dep pariwisata 
                                                                                                                           
Taman Air Sunyaragi berasal dari kata ”sunya” yang berarti sepi dan ”ragi” yang berarti raga. Sejarah pendiriannya terekam dalam buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon dan menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan 
 
Taman Sunyaragi terdiri dari 12 bagian:
(1)Bangsal jinem, bangunan inti - tempat Sultan/Sunan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih
(2) Gua pengawal, tempat berkumpul prajurit pengawal
(3) Kompleks Mande Kemasan, sebagian rusak
(4) Gua Pandekemasang, tempat membuat dan gudangnsenjata tajam
(5) Gua Simanyang, tempat berkumpul prajurit penjagaan
(6) Gua Langse, tempat bersantai dengan panorama air terjun
(7) Gua Peteng, tempat bertapa 
(8) Gua Arga Jumud, tempat orang penting keraton           
(9) Gua Padang Ati, tempat bersemedi mendapat pencerahan                          
(10) Gua Kelanggengan, tempat bersemedi mendapat status dan ketentraman rumah tangga.
(11)Gua Lawa, ruang penyimpan bahan makanan yang kemudian di jadikan sarang kelelawar
(12) Gua pawon, dapur penyimpanan makanan.

Artifak-artifak yang lain memiliki cerita yang unik juga disampaikan oleh Sdr. Yana, seperti replika kuburan cina didekat pohon leci (lengkeng cina) yang berusia sudah hampir 500 tahun.  Namun rendahnya kesadaran dari pengunjung bertangan jahil akan kewajiban menjaga dan memelihara sejarah bangsa, tercermin dari “corat-coret” pada dinding-dinding situs. Dukungan preservasi dari masyarakat dan institusi-institusi sangat ditunggu oleh pengelola Taman Sunyaragi.
Waktu 1 jam tak terasa ketika kami menyusuri komplek Taman Sunyaragi, masih banyak hal yang belum sempat kami tanyakan kepada Sdr. Yana karena keterbatasan waktu jugalah.
Setelah berpamitan, kami melanjutkan perjalanan tetap dengan menggunakan becak sampai tempat penantian angkutan kota D5 jurusan terminal – stasiun via kanoman.
Tujuan berikut kami adalah toko Shinta dekat pasar Kanoman. Jadi kami berhenti di sekitaran pasar Kanoman, berjalan kira-kira 50 m sampai ke tujuan. Toko ini merupakan tempat tujuan belanja oleh-oleh penganan khas Cirebon seperti asinan, sirup campolay, rengginang rupa-rupa rasa. Bersamaan dengan rombongan lain yang sedang berbelanja, sehingga kami pun terhenti sejenak di antrian kasir.
Oleh-oleh sudah ditangan, bergegaslah kami menuju stasiun dengan menumpang angkutan kota yang sama yaitu D5 dan tiba di stasiun pukul 14:05. Kebiasaan kami adalah mendisiplinkan tiba lebih awal dari pada tiba dengan tergesa-gesa.  Rangkaian kereta Cirebon Ekspress tak ber lokomotif sudah menunggu di jalurnya. 
 
Waktu menunggu terasa pendek ketika kami mengamati dan menggambil gambar pergerakan lokomotif CC201 dan D301 36 buatan Fried Krupp melangsirkan kereta-kereta, sampai pada saatnya kami bergegas naik kereta begitu terdengar pengumuman keberangkatan kereta Cirebon Ekspress. Pukul 15:15, lokomotif CC201 25 menarik rangkaian kereta meninggalkan stasiun Kejaksan Cirebon. Setelah beberapa kali berhenti, kereta Cirebon Ekspress tiba di stasiun Welterved (Gambir) pukul 18:41 lebih lambat dari skedul, tetapi kami dapat memakluminya dibandingkan dengan kepuasan yang telah kami dapat.
Tigabelas Jam perjalanan wisata Jakarta – Cirebon menggunakan moda transportasi umum adalah bukan hanya menghemat ongkos perjalanan tetapi yang utama dapat mengamati  pola tingkah laku masyarakat pada beberapa tingkatan golongan ekonomi  yang kami jumpai selama perjalanan dan merasakan interaksi dengan perbedaan/keragaman budaya, yang justru menjadi kekayaan dari tanah air kita.  Sampai jumpa di acara perjalanan yang lain. (Pramono Waskito – baritoguide.blogspot.com)